Sejarah Uang Dunia: Dari Batu Hingga Bitcoin
Sejarah Uang Dunia: Dari Batu Hingga Bitcoin
Uang, Cermin Zaman dan Kepercayaan
Saya lahir tahun 2002—tahun di mana uang kertas bergambar pahlawan sudah jadi hal biasa, dan transaksi digital mulai merangkak naik. Tapi ketika saya membaca kisah sejarah uang dunia, saya tersadar: yang kita sebut “uang” hari ini bukan sekadar alat bayar, tapi refleksi evolusi peradaban manusia.
Dari batu, kulit kerang, emas, hingga Bitcoin uang bercerita tentang bagaimana manusia belajar percaya satu sama lain.
Dan perjalanan itu... luar biasa panjang.
Dari Barter ke Batu: Saat Nilai Masih Ditimbang Perasaan
Sebelum ada uang, manusia hidup dengan sistem barter.
Contohnya: satu kambing ditukar dengan beras, satu jagung ditukar dengan garam.
Masalah muncul ketika tidak ada kebutuhan yang sepadan orang yang punya kambing belum tentu butuh garam.
Dari sinilah muncul ide: barang yang diterima semua orang.
Di beberapa pulau Mikronesia, manusia menggunakan batu besar berbentuk lingkaran (Rai Stones) sebagai alat tukar.
Menurut catatan antropologi Yale University (2018), batu itu bisa setinggi 3 meter dan beratnya mencapai 4 ton.
Lucunya, batu itu tidak berpindah tangan hanya nama pemiliknya yang berubah dalam “catatan sosial”.
Dari sini kita belajar satu hal penting: uang lahir dari kepercayaan, bukan dari benda.
Uang Logam: Ketika Nilai Bisa Dipegang
Sekitar 600 SM, bangsa Lydia (sekarang Turki modern) memperkenalkan uang logam pertama dari campuran emas dan perak, disebut electrum.
Koin ini kecil, kuat, dan memiliki cap kerajaan tanda jaminan nilai.
Menurut penelitian Smithsonian National Museum of American History (2021), uang logam membantu pedagang dari berbagai bangsa berdagang tanpa harus saling mengenal.
Inilah awal mula standarisasi nilai ekonomi dunia.
Namun di Asia Timur, Tiongkok sudah lebih dulu bereksperimen dengan logam dan kulit kerang sebagai alat tukar jauh sebelum Lydia menunjukkan bahwa ide uang lahir di berbagai tempat secara paralel.
Uang Kertas: Nilai yang Dipercayai, Bukan Dimiliki
Sekitar abad ke-7, Dinasti Tang di Tiongkok memperkenalkan uang kertas yang disebut Jiaozi.
Menurut Journal of Chinese Economic History (2019), kertas itu awalnya adalah surat utang dari pedagang kaya kepada kerajaan, yang lama-lama diakui secara nasional.
Bayangkan betapa revolusionernya:
Orang mulai percaya pada kertas yang tak punya nilai material—karena negara menjaminnya.
Baru berabad-abad kemudian, konsep ini menyebar ke dunia Islam dan Eropa, hingga akhirnya bank-bank modern mengeluarkan uang kertas resmi di abad ke-17.
Sejarah Uang di Indonesia: Dari Gulden ke Rupiah
Kalau bicara sejarah uang di Indonesia, ceritanya tidak kalah menarik.
Pada masa kerajaan-kerajaan Nusantara, seperti Majapahit dan Sriwijaya, uang logam dari perunggu dan emas sudah digunakan untuk perdagangan.
Lalu, saat Belanda datang, kita mengenal gulden sebagai mata uang resmi Hindia Belanda.
Namun setelah Indonesia merdeka pada 1945, pemerintah mengeluarkan Rupiah, dengan uang pertama bergambar Garuda dan teks “Republik Indonesia”.
Menurut data Bank Indonesia (2020), transisi dari uang Jepang dan Belanda ke Rupiah resmi dimulai pada 3 Oktober 1946 di Yogyakarta.
Uang kertas pertama disebut ORI (Oeang Republik Indonesia) simbol kedaulatan ekonomi bangsa.
Era Digital: Ketika Uang Tak Lagi Berwujud
Saya tumbuh di masa di mana dompet digital lebih ringan daripada dompet fisik.
Transfer uang bisa dilakukan dalam hitungan detik, dan mata uang digital seperti Bitcoin menjadi topik hangat di media sosial.
Bitcoin sendiri lahir tahun 2009, pasca krisis finansial global.
Diciptakan oleh seseorang (atau kelompok) dengan nama samaran Satoshi Nakamoto, sistem ini tidak diatur bank sentral, melainkan teknologi blockchain—rantai blok data yang diverifikasi ribuan komputer di seluruh dunia.
Menurut MIT Technology Review (2021), Bitcoin mengembalikan esensi awal uang: kepercayaan sosial berbasis sistem, bukan institusi.
Namun, di balik inovasi ini, muncul pertanyaan baru:
Apakah uang digital benar-benar solusi, atau hanya fase sementara menuju bentuk ekonomi yang lebih “virtual”?
Uang sebagai Narasi Peradaban
Dari barter sampai Bitcoin, uang selalu mengikuti perubahan cara manusia memahami nilai.
Dulu nilai berarti “barang nyata”. Sekarang, nilai berarti “kepercayaan yang disepakati”.
Dan yang menarik, kalau kamu melihat poster sejarah uang, dari batu hingga aplikasi, kamu akan sadar:
bukan uang yang berubah, tapi cara kita mempercayai dunia.
Fakta Tambahan (Dataset & Persentase)
- 90% uang global kini hanya eksis secara digital, bukan fisik (Statista, 2024).
- 600 SM: uang logam pertama di Lydia.
- 7 Masehi: uang kertas pertama di Tiongkok.
- 1946: Rupiah pertama (ORI) diterbitkan.
- 2009: Bitcoin lahir dan kini digunakan di lebih dari 100 negara.
FAQ: Pertanyaan Umum Tentang Sejarah Uang Dunia
Q: Apa uang pertama kali di dunia?
A: Uang logam dari electrum di Lydia sekitar 600 SM adalah uang resmi pertama yang digunakan luas.
Q: Kapan uang kertas mulai digunakan?
A: Sekitar abad ke-7 di Tiongkok, pada masa Dinasti Tang, sebelum menyebar ke dunia Barat.
Q: Siapa penemu Bitcoin?
A: Bitcoin dibuat oleh Satoshi Nakamoto pada 2009, identitasnya masih misterius hingga kini.
Q: Apa perbedaan sejarah uang di dunia dan Indonesia?
A: Dunia mengenal uang logam dan kertas lebih dulu, sementara Indonesia mengalami transisi dari barter, uang kerajaan, uang kolonial (gulden), hingga Rupiah modern.
Penutup: Nilai Bukan pada Kertas, Tapi pada Kepercayaan
Sebagai anak kelahiran 2002, saya hidup di antara dua dunia—dunia uang kertas dan uang digital.
Kadang saya pikir, uang bukan cuma alat bayar, tapi alat ukur peradaban dan iman manusia pada sistemnya.
Dulu orang percaya batu, sekarang orang percaya kode digital.
Mungkin nanti, generasi setelah saya akan percaya pada sesuatu yang bahkan belum kita kenal hari ini.
Dan pada akhirnya, uang hanyalah cermin dari bagaimana manusia menaruh kepercayaan pada dunia yang terus berubah.

Komentar
Posting Komentar