Langsung ke konten utama

Unggulan

Salah Menghitung ROI

Salah Menghitung ROI: Pelajaran Berharga dari Kesalahan Kecil yang Berdampak Besar


Salah Menghitung ROI

Saya pernah berpikir menghitung ROI itu hal sepele. Tinggal ambil keuntungan, bagi dengan modal awal, dikali seratus. Selesai. Tapi kenyataannya, dunia bisnis—baik itu yang skala kecil di pondok atau online shop rumahan—nggak sesederhana itu.


Waktu itu saya bantu teman sesama santri jualan produk herbal. Kami sepakat modalnya 1 juta rupiah. Setelah dua bulan, kami dapat untung bersih sekitar 300 ribu. Saya langsung bilang, “ROI-nya 30%, lumayan lah!” Tapi ternyata, saya salah menghitung ROI.


Kenapa? Karena saya lupa memperhitungkan biaya operasional tersembunyi: pulsa internet buat promosi, ongkos kirim yang kadang kami tanggung, dan waktu yang kami korbankan. Setelah dihitung ulang, keuntungan bersihnya bukan 300 ribu, tapi cuma 180 ribu. ROI aslinya? Hanya 18%. Sakit, tapi ya itulah kenyataan.


ROI (Return on Investment) itu bukan cuma angka. Itu cermin efektivitas dari usaha kita. Kalau salah hitung, bisa bikin keputusan yang menyesatkan—kayak lanjut usaha padahal sebenernya rugi.


Berikut beberapa kesalahan umum saat menghitung ROI yang saya pelajari:


1. Menganggap omzet sebagai keuntungan

Ini klasik. Banyak orang ambil total penjualan, langsung dianggap laba. Padahal belum dipotong biaya produksi, iklan, packing, dll.



2. Tidak memasukkan biaya tak terlihat

Seperti waktu dan tenaga. Padahal kalau dihitung, waktu itu aset juga. Kalau kamu kerja 4 jam sehari dan gajinya setara UMR, itu udah jadi biaya.



3. Mengabaikan depresiasi atau penyusutan aset

Misalnya kamu pakai laptop, HP, atau kamera buat bisnis. Alat itu makin lama nilainya berkurang. Dan itu harusnya ikut diperhitungkan dalam ROI.




Jadi, bagaimana menghitung ROI yang benar?

Rumus dasarnya tetap:

ROI = (Keuntungan Bersih / Modal Awal) x 100%


Tapi pastikan “keuntungan bersih” itu benar-benar bersih. Potong semua biaya—termasuk biaya tidak kasat mata—baru dihitung.


Sekarang setiap kali saya mengkaji ROI, saya lebih hati-hati. Saya jadi lebih jujur sama angka. Karena buat saya, sebagai seorang santri yang belajar bukan cuma agama, tapi juga kehidupan dan ekonomi, kejujuran itu prinsip utama. Termasuk dalam laporan keuangan sekecil apapun.


Kesimpulan:

Salah menghitung ROI itu bukan cuma soal angka meleset. Tapi bisa menyesatkan arah bisnis. Kita bisa merasa untung padahal sebenarnya rugi. Dan sebaliknya, bisa merasa rugi padahal kita cuma salah catat.


Kalau kamu pernah juga mengalami hal serupa, santai saja. Yang penting kita belajar, dan tidak mengulangi kesalahan yang sama. Karena dalam bisnis—seperti dalam hidup—yang paling penting bukan sempurna, tapi terus bertumbuh.


Komentar

Popular posts