Langsung ke konten utama

Ads

Pertumbuhan Ekonomi Negara Maju vs Berkembang:

Pertumbuhan Ekonomi Negara Maju vs Berkembang: Menakar Proyeksi GDP 2025, Ancaman Resesi Global, dan Peran ASEAN

Pertumbuhan Ekonomi Negara Maju vs Berkembang

Sebagai seorang santri yang juga menekuni dunia blogging, saya sering merenung soal bagaimana dunia di luar pagar pesantren bergerak cepat—terutama dalam hal ekonomi. Tahun 2025 tinggal menghitung bulan, dan dunia ekonomi sedang menghadapi banyak persimpangan. Negara maju cemas akan resesi, sementara negara berkembang mulai menunjukkan taringnya.


Negara Maju: Dilema di Tengah Kemapanan


Berdasarkan laporan dari IMF dan World Bank, pertumbuhan GDP negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Jerman, dan Jepang diprediksi melambat pada 2025. OECD memperkirakan GDP rata-rata negara maju hanya tumbuh sekitar 1,5% - 2% pada 2025. Inflasi pasca pandemi, konflik geopolitik, serta rantai pasok yang belum pulih sepenuhnya adalah faktor-faktor utama.


Tapi bukan cuma itu. Ketimpangan sosial dan tekanan politik dalam negeri turut memperburuk kepercayaan konsumen. Seperti kata Profesor Kenneth Rogoff dari Harvard, “Keseimbangan antara suku bunga tinggi dan produktivitas rendah bisa menjebak negara maju dalam stagnasi.”


Negara Berkembang: Cahaya di Tengah Ketidakpastian


Berbeda halnya dengan kawasan Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Menurut laporan terbaru United Nations DESA (Department of Economic and Social Affairs), ekonomi negara berkembang di Asia diproyeksi tumbuh di atas 4% pada 2025.


ASEAN menjadi sorotan. Indonesia, Vietnam, dan Filipina diprediksi menjadi pusat pertumbuhan regional. Proyeksi ADB (Asian Development Bank) bahkan menyebutkan bahwa Indonesia bisa menyumbang 25% pertumbuhan ekonomi ASEAN dalam lima tahun mendatang.


Apa rahasianya? Negara berkembang memiliki bonus demografi, percepatan digitalisasi, dan mulai berani mengekspor lebih banyak produk bernilai tambah. Inilah peluang emas bagi kawasan untuk keluar dari bayang-bayang dominasi negara maju.


Proyeksi GDP ASEAN dan Tantangan Nyata


Proyeksi GDP ASEAN 2025 menurut Universitas Nasional Singapura (NUS) menyebutkan angka pertumbuhan berkisar antara 4,5% hingga 5,5%, dengan fokus pada sektor energi bersih, digitalisasi, dan integrasi rantai pasok regional.


Tapi tentu tak ada pertumbuhan tanpa tantangan. Ketergantungan pada ekspor ke negara maju membuat ASEAN rawan terdampak resesi global. Selain itu, infrastruktur dan kualitas SDM masih jadi PR besar.


Apa yang Bisa Kita Ambil?


Sebagai santri yang hidup dengan kesederhanaan, saya melihat perkembangan ini dengan kaca mata yang berbeda. Dunia boleh bicara soal angka, tapi pertumbuhan sejati adalah yang berpihak pada umat. Ketika ekonomi berkembang, tapi kesenjangan makin tajam, maka di situlah harusnya kita kritis.


Negara berkembang, termasuk kita, punya potensi besar. Tapi jangan sampai pertumbuhan itu hanya dinikmati segelintir orang. Pendidikan, pemberdayaan pesantren, dan ekonomi kerakyatan harus masuk dalam peta pembangunan jangka panjang.


Komentar

Popular posts